Sabtu, 13 November 2010



RAMALLAH--Palestina, Selasa, minta masyarakat internasional untuk mengakui dengan segera negara Palestina sebagai tanggapan terhadap keputusan Israel untuk membangun 1.300 rumah pemukim baru di Jerusalem Timur. "Tindakan sepihak terakhir Israel itu mengharuskan aksi internasional yang dramatis akan pengakuan segera negara Palestina (berdasarkan) pada perbatasan 4 Juni 1967," kata kepala juru runding Palestin,a Saeb Erakat, dalam satu pernyataan.

Keputusan Israel Senin untuk menyetujui pembangunan rumah-rumah baru di Jerusalem Timur yang didudukinya telah memicu kutukan meluas dari masyarakat internasional dengan Amerika Serikat, PBB, Uni Eropa dan Rusia (Kelompok Empat perdamaian Timur Tengah) semuanya menentangnya. Erakat menyatakan keputusan itu "makin mengancam proses pembicaraan yang telah macet".

Pembicaraan langsung Israel-Palestina telah dimulai pada awal September lalu tapi dengan cepat kandas ketika moratorium Israel dalam pembangunan permukiman di Tepi Barat berakhir pada akhir bulan ini, yang mendorong Palestia untuk membekukan pembicaraan hingga Israel menerapkan kembali larangan itu. Israel sejauh ini telah menolak, meskipun ada tekanan masyarakat internasional yang sangat besar.

PM Israel Benjamin Netanyahu sekarang ini di AS untuk pembicaraan yang ditujukan untuk menemukan cara guna memulai lagi pembicaraan perdamaian. "Sekali lagi, pada saat ketika kita mengharapkan PM Netanyahu akan mengumumkan pembekuan sepenuhnya permukiman ... ia telah mengirim ke Palestina dan pemerintah AS pesan salah bahwa Israel memilih permukiman, bukan perdamaian," tuduh Erakat.

"Israel telah bertindak di atas hukum, dan masyarakat internasional harus menanggapi," ia menambahkan.

Palestina telah acapkali mengancam akan pergi ke PBB untuk minta pengakuan PBB atas negara Palestina jika pembicaraan perdamaian gagal, tapi Israel memperingatkan langkah sepihak itu, dan mengatakan satu-satunya jalan ke perdamaian adalah melalui perjanjian yang dirundingkan.

Israel merebut Jerusalem Timur yang sebagian besar penduduknya orang Arab dalam Perang Enam Hari 1967 dan mencaploknya tak lama setelah itu dalam tindakan yang tidak diakui oleh masyarakat internasional ataupun Palestina, yang mempertimbangkannya sebagai ibukota negara mereka yang dijanjikan.

Palestina menganggap permukiman Yahudi sebagai ancaman besar bagi pembentukan negara yang dapat hidup terus, dan mereka menganggap pembekuan kegiatan permukiman sebagai pengujian sangat penting akan maksud Israel.